Senin, 27 Maret 2017

POSISI, PERAN, DAN PERMASALAHAN HMI KEKINIAN (MEMANTABKAN ARAH GERAK ORGANISASI)

Moh. khorofi

HMI merupakan sebuah organisasi kemahasiswaan yang berdiri dua tahun pasca kemerdekaan Negara Republik Indonesia. HMI sejak awal kemunculannya telah menunjukkan peran yang sangat besar dalam memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan keislaman sehingga pada era awal kemunculannya HMI telah menjadi wakil dari seluruh masyarakat islam dikalangan mahasiswa yang berjuang sekuat tenaga memperjuangkan kepentingan-kepentingan bangsa dan agama dalam menghadapi ancaman-ancaman yang diluncurkan oleh para kolonialis untuk menguasai bumi pertiwi.

Kiprah HMI yang sedemikian besar dalam ikut serta membangun dan mengembangkan kualitas bangsa telah mengantarkan HMI pada masa keemasannya dan menjadikan HMI sebagai salah satu organisasi mahasiswa islam yang diperhitungkan dunia, sehingga tidak heran jika pada era keemasan tersebut tidak sedikit kader-kader HMI yang berkiprah dalam dunia kepemerintahan Indonesia dan mendomisasi berbagai macam posisi strategis sosial kemasyarakatan. Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari tingginya kulatas dan kapabilitas setiap kader HMI pada saat itu.

HMI yang berstatus sebagai organisasi mahasiswa (AD HMI Pasal 7) telah menunjukkan perannya yang besar dalam memngembangkan kualitas bangsa  dibuktikan dengan termaktubnya tujuan HMI pada (AD HMI Pasal 4) yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT, dan semua itu terkafer dalam bingkai perkaderan HMI dan sekaligus menjadi fungsi organisasi HMI (AD HMI Pasal 8). Posisi HMI yang urgen dalam pembangunan bangsa tersebut telah  menunjukkan begitu pentingnya peran HMI dalam sosial kemasyarakatan.

Peran HMI dalalm sosial kemasyarakatan adalah sebagai organisasi perjuangan (AD HMI Pasal 9), perjuangan yang dimaksud adalah sebuah kegigihan setiap kader HMI dalam memperjuangkan misi keummatan dan kebangsaan, dan tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai Ilahiyah dan Insaniyah yang dalam hal ini terkafer dalam Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI. Sehingga setiap usaha yang dilakukan oleh setiap kader HMI dalam mengupayakan misi keumatan dan kebangsaan pada akhirnya mengantarkannya pada hakikat penciptaannya sebagai manusia yaitu sebagai Khalifan di bumi.

Pada era Globalisasi ini, peran HMI yang besar dalam sejarah sebagai mana dijelaskan sebelumnya seakan telah dirindukan kembali oleh bumi pertiwi yang sekaligun menjadi saksi bisu perjuangan HMI. kenapa demikian? Karena peran HMI dalam memperjuangkan misi keumatan dan kebangsaan dewasa ini telah tertutupi oleh berbagai kemerosotan dalam tubuh HMI itu sendiri. Dalam hal ini penulis mengklasifikasikan kemerosotan dalam tubuh HMI menjadi dua, yaitu internal dan eksternal.

Pertama, kemerosotan internal HMI ditandai dengan telah terjadinya degradasi perkaderan dalam tubuh HMI, artinya pada era globalisasi ini orientasi perkaderan dalam setia kader HMI telah terfokuskan ke ranah politik pragmatis yang pada akhirnya berafiliasi pada kepentingan pribadi seorang anggota, dan hal tersebut bertentangan dengan Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI. padahal dalam HMI ada empat macam orientasi perkaderan pertama, perkaderan akademis, kedua perkaderan politis, ketiga perkaderan interpreneur, dan keempat perkaderan profesional, dan kesemuan orientasi ini mengarahkan setiap kader HMI pada terbentuknya sebuah paradigma berpikir kader yang mandiri dan kreatif.

Kedua, kemerosotan ektsternal HMI, ditandai dengan semakin kuatnya pengaruh negatif dalam lingkungan sosial kemasyarakatan yaitu pendidikan, budaya, sosial, ekonomi, dan politik dan diperparah lagi dengan banyaknya media-media massa yang secara politis berpihak terhadap kepentingan-kepentingan penguasa. Hal tersebut mengakibatkan bergesernya paradigma berpikir masyarakat khusunya mahasiswa tentang orientasi sebuah kesuksesan dalam hidup, sehingga yang terjadi adalah kuatnya sikap apatis dan hedonis dalam masyarakat. dan tidak jarang ketika ada sebuah aksi yang mengatasnamakan kepentingan rakyat, banyak masyarakat khususnya mahasiswa non-organisasi yang mengatakan “buat apa panas-panas, mending tidur”, dan itulah yang menjadi PR bersama setiap kader HMI.

Permasalahan-permasalahan internal dan ekternal HMI dewasa ini begitu komplit sehingga perlun diadakan penguatan dasar organisasi, dalam hal ini yang dimaksud dengan dasar organisasi adalah kader.  Penguatan kualitas ke-HMI-an setiap kader penting dilakukan karena berkaca pada sejarah keemasan HMI, masa keemasan HMI tidaklah dicapai melalui hal-hal yang bersifat materil, tapi masa itu dicapai karena tingginya kualitas dan kapabilitas seorang kader HMI. Penguatan-penguatan tersebut bisa diperkuat juga dengan adanya pemaksimalan lembaga-lembaga khusus HMI seperti BPL, LAPMI, LKMI, dan sebagainya dalam mendukung upaya-upaya HMI memperkuat kualitas kader HMI. dan disamping adanya kenguatan kualitas kader, HMI juga harus kembali pada khittah perjuangannya dalam memperjuangkan misi keummatan dan kebangsaan
Pamekasan, 27 maret 2017
Penulis


MOH KHOROFIWabendum Badan Pengelola Latihan ( BPL)  HMI Cabang Pamekasan

Jumat, 17 Maret 2017

KEPEMIMPINAN DAN INDEPENDENSI HMI DALAM MEMBANGUN KUALITAS KADER



Mahasiswa Pascasarjana STAIN Pamekasan  konsentrasi program studi Pendidikan Agama Islam sekaligus menjabat sebagai kabid kewirausahaan kekaryaan dan pengembangan  profesi (KPP) HMI Cabang Pamekasan.  doc. bpl


Mahasiswa adalah sekelompok orang yang menuntut ilmu di sebuah perguruan tinggi atau yang sederajat, kompetensi seorang mahasiswa secara institusi adalah ketika mereka telah kaya akan ilmu pengetahuan, kaya akan wawasan kemasyarakatan, dan berperan aktif dalam setiap upaya membangun dan mengembangkan kualitas dari taraf hidup masyarakat yang berada di lingkungannya.
Peran serta mahasiswa dalam membangun dan mengembangkan kualitas taraf hidup masyarakat tidak terlepas dari adanya motivasi-motivasi akademis yang tidak hanya mereka dapatkan dalam forum perkuliahan saja, tapi juga motivasi-motivasi akademis yang mereka dapatkan dalam organisasi-organisasi ekstra kampus yang notabene dalam perkembangannya selalu mencetak mahasiswa-mahasiswa yang peka terhadap berbagai persoalan kemasyarakat yang bersifat multi-dimensi, baik dalam ruang lingkup akademik, budaya, sosial-politik, maupun dalam ruang ekonomi-politik. Setiap mahasiswa yang kompeten dalam dalam mengamalkan keilmuannya dalam hidup bermasyarakat akan menjadikan organisasi tempatnya berproses menjadi besar, dan setiap organisasi-organisasi besar pastilah ditopang oleh anggota-anggota yang berkualitas.
Himpunan mahasiswa islam (HMI) adalah sebuah organisasi kemahasiswaan yang lahir pada tangga 14 Rabi’ul Awal 1433 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 M tepat dua tahun setelah diproklamirkannya kemerdekaan bangsa indonesia dalam wadah Negara Republik Indonesia. HMI dalam sejarah perkembangannya telah menjadi kekuatan pertama umat islam dikalangan mahasiswa dalam memperjuangkan perjuangan umat dalam memperjuangkan nilai-nilai keislaman dalam setiap aspek kehidupan bangsa yang bersifat multi-dimensi. Untuk menjaga kesucian  dari setiap perjuangan yang dilakukannya, ditetapkanlah sebuah sifat organisasi yang independen yang termaktub dalam pasal 6 Anggaran Dasar  (AD) HMI, sifat independensi HMI tersebut telah menegaskan akan perjuangan-perjuangan HMI yang tidak berafiliasi terhadap seseorang maupu kelompok-kelompok lain yang memiliki kepentingan yang tidak relevan dengan Hittah perjuangan HMI.
Dalam setiap era perkembangannya, HMI telah melalui berbagai dinamika internal maupun eksternal yang dengan seiizin Allah SWT dapat dihadapi dengan baik dan telah memupuk kedewasaan HMI secara institusi dalam melakukan regenerasi kader dan melanjutkan perjuangannya dalam menyebarkan nilai-nilai keislaman dalam setiap aspek kehidupan bangsa. Tentunya hal tersebut tetaplah tidak terlepas dari sifat independen HMI yang selalu dipegang teguh dalam setiap perjuangannya.
Dewasa ini, permasalahan-permasalahan keorganisasian yang dihadapi oleh HMI terkadang tidak terlepas dari adanya orang-orang yang mendominasi HMI dalam setiap gerakannya menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Orang-orang tersebut bisa berasal dari oknum internal HMI sendiri atau bahkan berasal dari eksternal HMI. Tidak jarang hal tersebut juga berdampak pada proses kaderisasi yang dibenturkan terhadap berbagai kepentingan politik internal yang pada akhirnya berorientasi pada kepentingan politik pihak-pihak eksternal yang puncaknya terjadi pada prosesi pemilihan ketua-ketua baru yang akan mengelola HMI. dalam hal ini bisa dikatakan secara tegas dibeberapa cabang HMI yang tersebar di beberapa wilayah kabupaten kota seluruh Indonesia terkadang ada sebuah proses Oligarki dalam pemilihan ketua yang baru. dan ketika hal tersebut terjadi dalam tubuh HMI maka gerakan-gerakan HMI yang pada awalnya untuk memperjuangkan kepentingan umat dan bangsa akan berafiliasi pada beberapa kepentingan pihak-pihak yang memiliki kepentingan sosial-politik maupun ekonomi-politik. Seperti ketika ada sebuah kebijakan pemerintah yang tidak tidak menguntungkan terhadap seuatu golongan, disanalah golongan tersebut menggunakan kekuatan massa hmi untuk mengubah kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan tersebut.
Berbagai permasalahan tersebut haruslah segera diselesaikan oleh internal HMI sendiri, karena jika hal tersebut dibiarkan, maka akan berdampak pada pencideraan terhadap nilai independensi HMI sendiri, dan dampak centralnya terhadap perkaderan yang ada dalam tubuh HMI akan terjadi pergeseran paradigma berpikir dan orientasi berorganisasi seorang kader dalam setiap gerakan yang seharusnya bertujuan untuk melaksanakan misi keumatan dan kebangsaan. Pergeseran-pergeseran tersebut juga dapat memberikan citra buruk terhadap HMI sebagai yang pada awalnya sebagai organisasi mahasiswa yang independen menjadi organisasi mahasiswa yang pragmatis.
Penyelesasian masalah-masalah tersebut tentunya harus dimulai dari penegasan HMI sebagai organisasi yang independen baik secara institusi maupun dalam penerapannya, dan HMI tidak boleh seperti piramida segi tiga terbalik yang sewaktu-waktu dapat roboh dan tidak dapat berdiri kokoh menghadap ke atas karena tidak memiliki dasar dan pondasi yang kokoh untuk menopang beban yang diembannya. HMI harus seperti piramida segi tiga yang kokoh menghadap keatas dengan pondasi yang kuat dan dapat menopang beban di atasnya, hal tersebut dapat diwujudkan dengan adanya penguatan nilai-nilai ke-HMI-an dalam setiap jiwa kader HMI karena seorang kader dapat dikatakan sebagai pondasi atau dasar dari organisasi HMI itu sendiri.

Guna Tingkatkan Kinerja, HMI Cab. Pamekasan Terbitkan SK Kepanitian LK II

Susana rapat kepanitian Intermediate Training (LK II) HMI Cab. Pamekasan. doc. bpl


Pamekasan (BPLNews) - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cab. Pamekasan mengeluarkan surat keputusan (SK) susunan Kepanitian Intermediate Training (LK II) HMI Cab. Pamekasan guna tingkatkan kinerja kepanitian serta formalitas pelaksanaan training.

Acara yang akan digelar mulai tanggal 19 bulan april itu memutuskan susunan kepanitian melalui surat nomer 01/sek/04/1438 tentang susunan kepanitian Intermediate Training (LK II) HMI Cab. Pamekasan

Berikut susunan panitia Intermediate Training (LK II) HMI Cab. Pamekasan : Pelindung Allah Azza Wa Jalla, Penanggung Jawab Ketua Umum HMI Cab. Pamekasan (Khoirul Umam), Master Of Training (MOT) Bakornas BPL PB HMI, Korwil BPL BADKO Jatim, BPL HMI Cab. Pamekasan, Steering Commite (Moh. Jauhari, Abrori, Holwani, Adi purwanto).

Ketua panitia (Abd Malik), Sekretaris (Akhmad Hokim), Bendahara (Nurul Mukarromah), Kesekretariatan (Moh. Holid efendi, Amirul mukmini, Moh. Sahid, Ahmad Ghazali), Protokoler (Moh. Khorofi, Agus firdaus, Nur faizah, Haliatus sakdiyah), Konsumsi (Sofiyah, Siti Khodijah j, Ummil mardiyah, Fatimatun nikmah, Anik wahidah), Perlengkapan(Moh. Zaini arif, Moh. usman, Bakrin), Pendanaan (Ach. Ashimuddin, Moh. Badri, Akh. Ahsanul muarif, Fauzi lianto), Pubdekdok (Ach. Imam khotib, Abdurrahman, Agus putratama .A, Ubaidillah ahmad .M).

Menurut ketua panitia (Maliq) hal ini sebagai bukti legalitas formal pelaksanaan Intermediate Training (LK II) HMI Cab. Pamekasan, sekaligus sebagai motivasi bagi kawan-kawan panita. tambahnya.

Chairul umam (Ketum) juga menuturkan, SK kepanitaan dibuat sesuai prosedural adkes HMI dan melalui prosedural hasil rapat di internal HMI Cab. Pamekasan serta pertimbangan-pertimbangan sesuai kapasitas dan kapabilitas kawan-kawan, tambanya.

"Harapannya pelaksanaan Intermediate Training (LK II) HMI Cab. Pamekasan tahun 2017 berjalan sesuai harapan serta melahirkan kader HMI yang mempunyai kemampuan intelektual dan mampu mengelola organisasi secara profesional serta berjuang untuk meneruskan dan mengemban visi-misi organisasi", tegasnya.(BPL HMI Pamekasan)

Menakar Kembali Tujuan Hmi Cabang Pamekasan

oleh Kabid KPP Komisariat STAIN Periode 2016-2017


Saya mengenal organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tidak secara langsung. Saya tidak pernah membaca sejarah, kiprah dan pola pergerakan organisasi ini secara pribadi. Yang saya lakukan adalah menyimak dari setiap percakapan teman-teman tentang organisasi ini sebelum saya memilihnya menjadi tempat berorganisasi saya yang pada akhirnya saya menaruh fokus pikiran, ucapan dan tindakan dengan membawanya dalam setiap capaian kebanggaan. Jauh sebelum saya sah menjadi bagian dari HMI, saya melihat organisasi ini sebagai sekumpulan mahasiswa yang tidak terlalu banyak ngomong, sekali ngomong biasanya membuat para pendengarnya berpikir panjang. Nitu yang saya tau sebelum saya menegenalnya sampai kedalam.

HMI menawarkan diri sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang mengedaepankan sisi akademisi. Hal ini sesuai dengan kalimat pertama tujuan organisasi ini: terbinanya insan akademis. Jadi bisa saja mahasiswa yang masuk dalam organisasi ini sudah memiliki nnilai-nilai akademis atau bisa juga masih nol dan bisa mengembangkan diri serta dibina –dengan baiik- di dalamnya. Kita semua sepakat tentang nilai-nilai akademis yang salah satu yang sering kita pahami adalah dasar yang jelas dan kuat dari setiap apa yang kita ucap, pikir serta lakukan. Tentunya nilai-nilai tersebut ilmiah.

HMI memperkenalkan dirinya, pertama kali dengan menawarkan kader-kader yang berkualitas baik lokal, nasional hingga internasional. Kader terbaiknya sudah masuk dalam segala jenis profesi mulai dari pengusaha, budayawan, praktisi pendidikan hingga pejabat pemerinntahan. Tanpa menawarkan diri secara lisan HMI sudah sangat dikenal melalui karya-karya kepenulisan. Itu perkenalan awal saya dengan HMI. Hal yang menunjukkan bahwa HMI tidak main-main dalam mencapai tujuan di kalimat pertama tersebut adalah sebelum kita menjadi anggota tetap HMI atau anggota biasa, lazimnya HMI mengadakan masa perkenalan calon anggota (MAPERCA) dengan kemasan kegiatan akademis baik berupa seminar atau yang lainnya. Setelah itu mereka yang sudah ikut MAPERCA berstatus menajdi anggoota muda yang berumur maksimal 6 bulan. Dilanjut dengan screening untuk memilih siapa saja yang pantas masuk menjadi anggota dengan titik poin penyaringan di wawasan keIslaman, kebangsaan dan keumatan. Sekali lagi saya tambah yakin bahwa organisasi ini tidak main-main dalam hal nilai-nilai akademis. Puncaknya dari proses untuk menjadi bagian dari organisasi ini adalah tempaan formal akhir yaitu LK I atau Basic Training, disana kita dipaksa untuk menggunakan tenaga, hati dan otak kita lebih dari biasanya sehingga orientasi praktis dari acara  formal ini adalah mencetak akder yang memiliki jiwa pemimpin dan ketajaman analisi yang kritis, seingga mereka akan menajadi harapan atas pertanyaan yang akan timbuk di lingkungan sosial. Hal ini selaras dengan AD HMI BAB IV tentang fungsi dan peran HMI yakni berfungsi sebagai organisasi kader yang harapan kadernya termaktub dalam lima kualitas Insan Cita dan berperan sebagai organisasi perjuangan yang manifesto perjuangannya tidak keluar titah Al-Quran yakni berjuang membela dan mengangkat martabat kalangan mustadafiin.

Setelah kita melewati perjalanan akademis yang sangat panjang tersebut barulah kita akan resmi menjadi aktivis HMI. Aktivis–yang diharap- memiliki kualitas Insan Cita yang mengabdi terhadap kepentingan mustadafiin.

Di HMI (dalam hal ini adalah HMI di kabupaten Pamekasan) saya mengenal dan menemukan beragam cara berpikir. Semacam saya memasauki sebuah hutan yang memiliki begitu banyak fariasi pepohonan yang itu menambah keindahan dari utan tersebut sehingga begitu banyak tawaran kenyamanan berteduh bagi siapa saja yang memilihnya. Di sini saya diajak meneylami setiap bab keilmuan dan keputusan tindakan. Mulai dari filsafat, sosial, agama, budaya, politik dan sebagainya. Namun yang paling saya kagumi dari HMI ini ialah independesi yang terus menerus diwariskan melalui lisan dan –mungkin- tindakan yang –seharusnya- tetap terjaga hingga sekarang (sekali lagi konteks statemen ini adalah kabupaten Pamekasan dimana penulis sendiri menjadi keluarga dari HMI). Didalam buku panduan perkaderan HMI-pun independensi menjadi materi yang sangat penting dan ditekankan untuk dipahami.  Bahwa sebagai manusia muda yang menjadi harapan masa depa kita diharuskan untuk tidak tunduk kepada apapun dan siapapun kecuali kepentingan kebenaran dan objektivitas demi kebagaiaan masyarakat hari ini danmasa depan. Terhadap siapapun tak terkecuali senior sendiri.  Namun saya sudah meragukan hal itu pada sekarang ini.

 Dari setipa tawaran spesialisasi yang ditawarkan di HMI tampaknya yang paling mendapat perhatian dari kawan-kawan seperjuangan ataupun senior bahkan anggota baru adalah spesialisasi dalam bidang politik. Saya rasa hal itu maklum kita alami, karena memang mayoritas tema kajian, seminar dan yang lainnya berorientasi kepada praktek dan nilai politis. Mayoritas kawan-kawan saya dalam berpikir, berucap dan bertindak memiliki nuansa politis. Orientasi tersebut tidaklah disengaja, namun kita sadari kenyataannya. Saya sependapat dengan Presidium KAHMI nasional, Prof. Mafud Md. Yang ketika menyampaikan orasi ilmiahnya di pendopo Pamkesan tempo lalu mengatakan bahwa berpolitik itu wajib dengan landasan kaidah ushul yang berbunyi “maalaa yutimmu al waajibu illa bihi fahuwa wajibun” namun harus kita pahami konteks dan kapasitas beliau sebagai negarawan yang memang harus berucap demikian. Masalahnya pembelajaran politik dilingkungan HMI sendiri sudah sangat terlalu masuk sehingga tanpa kita sadari kita sudah kebablasan berpolitik. Dampaknya adalah politisasi internal. Politisasi yang menghambat bahkan membunuh daya cipta kreatif yang kader harusnya dikembangkan secara maksimal. Pembelajaran berpolitik sudah tidak lagi dipahami sebagai upaya pendidikan berpolitik melainkan sudah bergeser pada keharus mempraktekkan politik meskipun lahan yang digunakan sama sekali tidak benar yakni kader dan proses perkaderan. Ketika poltik sudah sangat masuk dalam diri internal organisasi yang itu sudah pasti melibatkan pihak luar atau institusi lain, maka independensi yang kita yakini hanya sebuah ilusi. Kita paham betul HMI adalaha organnisasi mahasiswa yang besar. Pengarunya terhadap pemerintahan sudah tidak lagi dipertanyakan dan sudah pasti dalam lingkup Pamekasan. Pertanyaaan nakal saya dalam konteks ini adalah apakah pembelajaran dan tafsir independensi HMI masih layak kita puji?

Di HMI saya sudah 3 tahunan. Saya berada dibawah naungan komisariat STAIN Pamekasan. Setiap kali perekrutan anggota mulai dari angkatan saya tiha tahun lalu yang saya tahu peminat HMI tidak pernah kurang dari 80 anggota. Hal itu membuat pengurus kewalahan memfasilitasi anggota. Baik pelayanan dan pengayoman akademis, psikis (konsultasi permasalah personal kejuruan, problem solving minat dan dan bakat dsb.), administratif dan sebaginya. Di STAIN Pamekasan terdapat 3 fakultas yang tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah karena memang pimpinan kampus menarget peralihan status dari Sekolah Tinggi ke Institut. Dari 3 fakultas tersebut  memiliki 18 jurusan sehingga secara otomatis berdampak pada peningkatan kuantitas annggota HMI. LK I yang terakhir kami laksankan kemaren saja berhasi menjaring 100 orang anggota dan itupun kita harus menstop pendaftar di angka 100 karena pertimbangan efektifitas, efisensi penyammpaian matteri dan kualtas jebolannya. Kita harus menggugurkan kurang lebih 60-an calon anggota karena pertimbangan tersebut. Resikonya adalah kita memupuskan harapan 60 calon pemimpin bangsa dimasa depan yang tidak menutup kemungkinan didalamnya terdapat manusia yang memiliki kualitas melebihi kita semua.

Atas dasar  tersebut diatas HMI Komisariat STAIN Pamekasan mengajukan pemekaran komisariat yang telah dilakukan sejak 5 kepengurusan terdahulu atau bisa dikatakan usaha yang telah dilakukan 5 tahun silam. Namun pemekaran yang diharapkan harus terkubur dala-dalam. Hal ini terjadii karena pemahaman pembelajran politik telah menjadi pemahaman praktek politik. Dengan gambaran yang telah saya paparkan singkat diatas, bisa dibayangkan selama lima kepengurusan telah berapa potensi yang harus dikorbankan. Pertanyaan yang menarik adalah dengen potensi yang sangat besar tersebut kenapa pemekaran yang sifatnya menunjang dan membantu kemajuan organisasi atau bahakan negeri harus terkubur dalam-dalam sejak lima tahun silam? Jawabannya simpel. Pemeblejaran dan aktivitas politik yang terlalu masuk dalam internal organisasilah yang membunh semuanya, sehingga perkaderanpun harus dipolitisasi. Perubahan pemahaman tersebut mengharuskan penyediaan lapangan untuk mempraktekkan sehingga perkaderan yang harus dikorbankan sebagai target. Tentunya kita semua tahu bagaimana atmospher yang terjadi dalam praktek demookrasi keluarga himpunan dalam hal ini setingkat KONVERCAB. Itu menajdi kenyataan yang harus kita akui dengan hati besar sebagai satu-satunya alasan pemekaran yang menunjang kualitas kader dan organisasi harus dipolitisasi. Dan sayangnya politsasi ini –terindkasi- melibatkan pihak luar organisasi (dalam arti kepengurusan. Kita disini masih belum dewasa berpolitik sehingga harus mempertaruhkan kader dan perkaderan.

Dari lima tahun pengajuan pemekaran dengan kelayakan yang sudah tidak duragkan, pantia khusu atau Pansus baru saja sah terbentuk bulan Februari kemarin. Tentu itu menjadi semacam angn segar bagi harapan pemekaran yang kami ajukan. Namun surat hasil rapat pansus yang telah dikeluarkan laggi-lagi harus mengubur lebih dalam harapan lima tahun silam. Pasalnya surat tersebut berbunyi demikan:

1.       Surat pengajuan pemekaran komisariat kepada pengurus HMI Cabang Pamekasan.

2.       Menyetorkan Database anggota biasa komisariat STAIN Pamekasan yang dilkengkapi dengan FC sertifkan LK Idengan persentase 60% dari jumlah anggota biasa.

3.       Pernyataan sikap tertulis dari masing-masing anggota biasa bahwa sepakat untuk melakukan pemekaran.

4.       Dukungan tertulis dan bermatrai pemekaran komisariat STAIN Pamekasan dari KAHMI STAIN minimal 30 orang guna menunjang aktivitas komisariat hasil pemekaran.

5.       Keaktifan program kerja komisariat (kajan intensif) yang diihadiri oleh minila 60 anggota biasa (30 tarbuyah dan 30 syarah) dalam jangka waktu 3 bulan terhitung  dari keluarnya surat ini.

Dengan membandingkan dengan konstitusi yang ada di HMI siapa yang menolak bahwa surat hasil rapat pansus ini adalah bentuk politisasi yang hendak akan memperpanjang upaya pemekara yang telah diupayakan 5 tahun silam. Mulai dari point 3-5 menunjukkan kekonyolan penghadangan peningkatan kualitas melalui pemekaran kualitas.

Yang lebih disayangkan lag berkas yang diajukan berupa serifikan asli LK 1 yang disetorkan 2 tahun silam harus hlang tak tertemukan dan salah satu dari sertifikat tersebut adalah sertifikat penulisa sendiri. Pertanyaannya adalah organisasi sebesar HMI yang juga membanggakan tertib administrasi harus mengalami kecelakaan demikian, bagaimanakah bentuk konkrit dari inventaris yang ada di dalam HMI (cabang Pamekasan)? Pertanyaan selanjutnya bagaimanakah bentuk koordinasi antara pengurus demisioner dan defnitnya, apakah ini merupaka bentuk lain dari politisasi ini? Sungguh pembelajaran yang rumit dan harus dipahami dengan sangat rummit.

Yang sering saya dengar dari kejanggalan keputusan dan kebijakan yang serng diambil adalah dalih local wisdom, namun sejauh yang saya pahami local wisdom  adalah sebuah sarana yang mengakomodasi keadaan dan kejadian yang tidak terakomodir di konstitusi HMI, uniknya sering saya saksikan local wisdom yang ada membentur bahkan menafkan konstitusi yang ada. Lagi-lagi dengan berat hati itu kepentingan politisasi. Bisa direka sendiri bagaimana upaya “molorosasi” yang terselubung dari 5 point surat hasil pansus tersebut. Sebenarnya politisasi yang ada disini juga –sepertinya- dirasa oleh komisariat STAINATA yang ada di kabupaten Sampang yang berada dibawah naungan HMI cabang Pamekasan.

Kesemua ini merupakan akibat dari yang tersebut diatas bahwa pembelajaran politik –dan pengaruh yang bukan hanya internal- sudah tidak lagi dipahami sebagai sebuah pemebelajaran tetapi sebuah praktek yang tidak harus melihat tempat atau lahan atau mungkin memang sudah tidak punya lahan lain. Jika sudah demikian jangan lagi berharap, mengajarkan dan membanggakan independensi kalau kader saja harus dipolitisasi. Sehingga tujuan HMI pada kalimat pertama yang berbunyi terbinanya insan akademis secara praktek sudah sangat jauh terdegradasi menjadi terbinanya insan politis. Jika sudah organisasi sebesar dan seberpengaruh HMI sudah demikian di semua cabang, maka sudah seharusnya negeri ini berharap pemmpin yang berkualitas dimasa yang akan datang. SEKIAN


Rabu, 15 Maret 2017

HMI dan Pengembangan Institusi Antara Kondisi Objektif Dengan Keputusan Pansus



TEKS keputusan panitia khusus (pansus) pemekaran Komisariat STAIN.  doc. bpl


HMI masa kini tidak terlepas dari perjalanan HMI masa lalu hingga sekarang jika kita flasback pada masa itu peran HMI sesuai dengan tujuannya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia (Kebangsaan), menegakkan dan mengembangkan agama Islam (keumatan).

Sebagai organisais perjuangan serta oragnisasi mahasiswa islam tertua di Indonesia HMI menjadi sebuah potret dinamika aksi kemajuan dan kemandirian berfikir mahasiswa, dalam setiap arah dan gerakan mahasiswa untuk berpartisipasi dalam terbinanya insan akademik melalui gagasan atau ide, tak terkecuali HMI Komisariat STAIN Pamekasan.

Dalam pelaksanaan Masa perkenalan calon anggota (MAPERCA) tingkat partisipasi mahasiswa untuk mengenal HMI lebih dekat sangat tinggi hal itu dibuktkan dengan mebludaknya peserta yang menyentuh angka 80 calon anggota (Anggota muda).

Hampir setiap periode per perode rekrutmen anggota baru  (Latihan Kader I) HMI Komisariat STAIN selalu bertambah signifikan (Kwantitas) hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi serta anemo mahasiwa untuk bergabung di organisasi yang berdiri dua tahun paska proklamasi kemerdekaan RI itu sangat tinggi.

Aktifis HMI di kampus hijau itu sangat masif serta berperan aktif disetiap kegiatan kemahasiswaan hampir di semua lini kampus aktivis HMI selalu mewarnai dinamika kemahasiswaan serta raihan prestasi sebagai wisudawan terbaik juga diraih di kampus yang ber’visi menciptakan sarjana muslim yang Cerdas, profesional dan berakhlakul karimah itu.

Tingkat anemo mahasiswa yang sangat tinggi  untuk begabung di HMI serta rekrutmen anggota yang sangat merata dari setiap jurusan (tarbiyah dan syariah) akan berefek pada spesifikasi keilmuan yang berbeda untuk itu perlunya sebuah pemekaran komisyariat untuk mempetakan antara mahasiswa yang berada di jurusan tarbyah (pendidikan) dan syariah dan ekonomi (Syaiko).

Dari kepengurusan periode sebelumnya banyak hal yang diraih kawan-kawan pengurus maupun anggota baik diwilayah internal maupun eksternal, di wilayah ekternal di tingkat Kampus salah satunya lomba debat bahasa inggris yang diraih oleh saudari tutik wijayanti sebagai juara pertama, dia menjabat sebagai wasekum PP HMI komisariat STAIN.

Selain itu wilayah ekternal kami merekomendasikan kader terbaik HMI Komisariat STAIN saudari khoirul bariyah (Bendum) untuk berkiprah ditingkat internasional, melalui program kerjasama STAIN Pamekasan dengan pihak Thai (Thailand) lewat program short course  yang digelar di negeri gajah putih  Thailand selama kurang lebih lima bulan.

Diwilayah internal pengurus merealisasikan program kerja secara profesional dan contineu salah satunya melaksanakan kajian-kajian rutinitas yang dilaksanakan setiap dua kali dalam satu minggu serta memberikan arahan pemahaman serta analisis buku kepada para kader melalui program khotmil kitab yang dilaksanakan oleh Bidang Penelitian, Pengembangan Dan Pembnaan Anggota.

Tingkat kontestasi kampus memang menjadi kejadian penting di kampus serta menjadi ciri khas ataupun jalur perjuangan untuk menyampaikan kritik atau ide serta meningkatkan tingkat kemampuan menegerial dalam pergulatan dunia kemahasiswaan.

HMI Komisariat STAIN tidak kalah bersaiang dengan mahasiswa-mahasiwa lain hal tu terbukti dengan beberapa jabatan yang raih oleh kader salah satunya sebagai ketua UKK KOPMA Al-Afatah (Amirul mukminin A), Syafiuddin (sekretaris), di wilayah Himpunan Mahaiswa Program Studi Akhwalus Syahsiyah Rian Fauzi menjabat sebagai sekretaris, sebelum akhirnya dia terpilh sebagai ketua HIMA PRODI HPI.

Semoga kondisi objektif ini bisa menjadi sebagai bahan pertimbanagan untuk pemekaran komisariat STAIN Pamekasan. (KOMISARAT TARBIYAH DAN KOMISRIAT SYAEKO)

Disisi lain Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pamekasan berijtihad  mengembangkan pemekaran komisariat  STAIN  melalui surat pemberitahuan Nomor 01/a/sek-pansus/06/1438  Sesuai dengan keputusan hasil rapat panitia khusus pemekaran Komisariat STAIN maka kami sampaikan beberapa persyaratan yang harus dilengkapi untuk memenuhi pemekaran komisariat, sebagaimana berikut  ;

1.    Surat pengajuan pemekaran Komisariat kepada pengurus HMI Cabang Pamekasan

2.    Menyetorkan database anggota biasa Komisariat STAIN yang dilengkapi foto copy  sertifikat LK I dengan persentase 60%  dari  jumlah anggota biasa.

3.    Pernyataan sikap tertulis dari masing-masing anggota biasa bahwa sepakat untuk pemekaran Komisariat STAIN.

4.    Dukungan tertulis dan bermaterai pemekaran Komisariat STAIN dari KAHMI STAIN minimal 30 orang guna menopang aktifitas komisariat hasil pemekaran.

5.    Keaktifan program kerja komisariat (kajian intensif) yang dihadiri oleh minimal 60 anggota biasa (tarbiyah 30 orang dan syariah 30 orang)  dalam jangka waktu 3 bulan terhitung dari keluarnya surat ini.

Persyaratan diatas akan dikaji dan diverivikasi secara administratif dan faktual sebagaimana tugas dari pansus. Sekian .(BPL HMI Cabang Pamekasan)

Paper Training For Trainer (TFT) HMI BADKO JATIM.



Suasana Training For Trainer (TFT) HMI BADKO JATIM. di BKD Kab. Probolinggo. doc. BPL HMI Pamekasan


PEPER

Metode Penyampain NDP HMI
(Perspektif Lokal Wisdom HMI Cabang Pamekasan)
Oleh Bidang Pembinaan Anggota dan Badan Pengelola Latihan HMI Cab. Pamekasan

Abstrak

Himpunan mahasiswa islam merupakan organisasi mahasiswa tertua di indonesia yang sudah banyak memberikan kontribusi yang kongkret bagi bangsa, khususnya dalam bidang distribusi kader , hampir setiap lini organisassi yang di prakarsai oleh ayahanda lafran pane itu mengisi ruang –ruang strategis baik dibidang pemerintah sampai non pemerintah (swasta).

Sebagai organisasi yang berlatar belakang islam serta memegang teguh prinsip-prinsip plural dan mempunya ideologi yang disebut dengan nilai-nilai dasar perjuangan (NDP), HMI kini lebih progresif dalam hal pemikiran tetang keislaman di tengah era modernisasi, NDP sendiri dilahirkan dari aktifitas spiritualitas kakanda Nurcholis Madjid yang akrab disapa Cak Nur.

Saat ini NDP tetap menjadi ideologi HMI serta selalu menjadi materi wajib disetiap penyeleggaraan training formal HMI Cabang Pamekasan mulai dari latihan kader I samapai intermediate training (LK II).

NDP di setiap penyelenggaraan basic training hmi komisariat se-pamekasan selalu menjadi materi urgen serta sorotan baik dari perseta maupun panitia hal ini tidak lepas dari substansial dan  radikal dengan berbagai contoh yang menarik dan bersentuhan langsung dengan nilai-nilai kehidupan sehari-hari.

Bebagai metode penyampaian NDP yang bervariasi juga disuguhkan oleh masing-masing pemateri diantaranya metode dekonstruksi, kedua metode kontruksi, ke tiga kontemplasi, ketiga metode ini salaing berhubungan, pada umumnya pemateri diawal-awal menyampaikan materi dengan menggunakan metode dekonstruksi (Pembongkaran), lalu kemudian menggunkan metode kontruksi (penataan) dan terakkhir menggunakan metode kontemplasi (kekhusuan).

Akhir-akhir ini pemateri menggunkan metode internalisasi (penyadaran) hal ini dipandang perlu untuk menyadarkan nilai - nilai NDP bagi para peserta bastra (basic training) dari tidur panjang dalam implementasi nilai-nilai keislaman dalam aktifitas sehari-hari selain itu juga menstimulisasi kemampuan kader dalam merespon persoalan ketuhanan, kemanuaian, individu, keadilan sosial dan ekonomi.



Bab I Pendahuluan
I.             Latar belakang
Himpunan mahasiswa islam merupakan organisasi mahasiswa tertua di indonesia yang sudah banyak memberikan kontribusi yang kongkret bagi bangsa, khususnya dalam bidang distribusi kader , hampir setiap lini organisassi yang di prakarsai oleh ayahanda lafran pane itu mengisi ruang –ruang strategis baik dibidang pemerintah sampai non pemerintah (swasta).
Dasar atau pedoman HMI tidak boleh meninggalkan Al-Qur’an dan Hadist. Oleh karena itu dalam materi khususnya NDP (Nilai Dasar Perjuangan) yang biasa di ikuti oleh kawan kawan HMI harus terdapat ayat-ayat Allah maupun sunnah Rosulullah sebagai literaturnya, literature tersebut diilmiahkan atau dilogikakan sesuai tuntutan dunia intelektual kita. Agar secara pengkaderan tidak terjebak dalam pemikiran Islam Liberal, seperti halnya membiarkan kader/calon kader tidak memiliki pilihan dalam berIslam, yang lebih konkritnya, gara-gara kajian NDP kader yang awalnya bersholat bisa sampai meninggalkan atau tak mau lagi bersholat seperti yang dialami sahabat dekat saya. (Nau’udzubillah).

Solusi terhadap krisis Keislaman pada tubuh HMI saat ini, berdasarkan perkembangan HMI yang lebih maju dalam pengkaderan politis sehingga pengkaderan yang lain terabaikan, fenomena ini dapat terlihat melalui produk HMI itu sendiri, jika dari lingkup politik HMI pun cukup eksis, sedangkan dalam lingkup intelektualitas dan keislaman HMI pun tak terdengar lagi. Penguatan pada Islam secara pemikiran yang mana kajian terhadap NDP porsinya mesti lebih ditingkatkan, kualitasnya juga lebih dikembangkan dengan membuat kajian yang sustainable atau berkelanjutan sesuai tema yang mau didalami atau dibutuhkan.

Kemudian perlu adanya penguatan kultur keislaman itu sendiri, dengan cara menghidupkan gerakan kembali ke masjid. Karena masjid merupakan simbol kekuatan Islam yang harus di hidupkan sebagai muslim sejati, dan juga bisa menepis anggapan tudingan sekuler atau liberal yang merupakan cikal bakal krisis keislaman dalam tubuh HMI. Dan yang terakhir, lingkup Fiqih, belajar Al-Qur’an, maupun tafsir hadist harus difasilitasi sesuai kebutuhan kader, agar terciptanya kader yang tidak buta islam atau dalam istlah kawan dikenal dengan “Islam taklid”.



II.           Rumusan masalah

1.    Bagaimana metode penyampaian NDP ?
2.    Efektifitas penyampain NDP ?

III.         Tujuan
Ada beberapa tujuan di dalam penyampaian NDP di HMI Cabang Pamekasan berdasarkan metode yang digunakan diantaranya sebagai berikut :
1.    Dekonstruksi
1.1         Membongkar konsepsi (tasawwur) awal tentang ketuhanan dari peserta
1.2         Menstimulisasi arah pemikiran pesarta supaya mengetahu sejauh mana pengetahuan tentang identtas keislaman
1.3         Menghidupkan forum
2.    Rekontruksi
1.1         Menghidupkan forum
1.2         Menyusun kembali konsepsi (tasawwur) hasil dari dekonstruksi
1.3         Menentukan arah konsepsi yang benar
3.    Kontempalsi
1.1         membulatkan pikiran hasil dari rekonstruksi

4.    Internalisasi
1.1         Penyadaran diri tentang status (Identitas diri)
1.2         Membongkar konsepsi (tasawwur) awal peserta guna memberikan pemahaman baru tentang konsepsi itu.




Bab II Pembahasan


I.            Metode  penyampaian NDP

Secara sederhana metode penyampaian materi  dapat dipahami sebagai teknik atau cara menyampaikan suatu materi. Beberapa metode penyampaian materi yang sering dijumpai antara lain ceramah, diskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan metodologi penyampaian materi secara sederhana dapat dipahami sebagai alur/kerangka berpikir atau tahapan dalam penyampaian materi. Ada pula yang memahami metodologi sebagai sebuah ilmu yang berupa rangkaian metode. Dari pemahaman sederhana terhadap kedua term tersebut, terlihat benang merah antara keduanya, yaitumetode berada pada wilayah taktis dan metodologi berada pada wilayah strategik.

Mana yang lebih penting untuk dikuasai oleh seorang pemateri/instruktur/pemandu? Tanpa perlu diperdebatkan, saya menyarankan “Kuasailah metode”. Dalam sebuah riwayat,seseorang menghadap Rasulullah saw dan menyatakan bahwa ia tertarik untuk masuk Islam, namun ia juga menyatakan bahwa ia masih sangat suka dengan maksiat, sehingga ia meminta untuk tidak diberikan syarat yang berat dalam ber-Islam apalagi dilarang bermaksiat. Mendengar hal itu Rasulullah saw tersenyum dan bersabda, “Untuk ber-Islam tidak sulit, cukup membacakalimah Syahadat, dan yang lainnya cukup kamu berjanji untuk tidak berbohong”. “Kalo demikian saya sanggup ya Rasulullah,” kata orang itu,kemudian ia membaca kalimah Syahadat.

Suatu kali ia bertemu dengan TTM-nya yang cakep dan diajak untuk berasyik-masyuk, tetapi ketika ia akan melakukannya, ia teringat akan janjinya pada Rasulullah untuk tidak berbohong. “Bagaimana kalo Rasulullah nanya apakah ia masih berzinah, kalo jawab tidak artinya berbohong, tapi kalo menjawab iya, artinya hukum akan berlaku,” pikirnya. Akhirnya ia mengurungkan perbuatan zinah-nya,demikian pula ketika ia akan melakukan perbuatan maksiat lainnya, ia selalu mengurungkan karena ia teringat akan janjinya untuk tidak berbohong, sampai akhirnya ia dapat meninggalkan semua perbuatan maksiatnya[1].

Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan,biasanya manusia mendapatkannya melalui indera dan aqal. Pengetahuan yang didapat melalui sebagian saja di antaranya, biasanya memiliki daya keyakinan yang lemah, sebaliknya ketika memaksimalkan seluruh indera dan aqalnya, maka akan memiliki daya keyakinan yang sangat kuat (haqul yakin). Keyakinan yang sangat kuat akanterderivasi dalam keseharian, baik disadari ataupun tidak.

Oleh karena itu, untuk mengefektifkan pemberian materi, maka sebaiknya menggunakan metode yang mampu memaksimalkan seluruhindera dan aqal, atau minimal indera pendengaran dan penglihatan. Beberapa fakta menunjukan bahwa indera penglihatanakan memberikan dampak yang lebih kuat  dari padaindera pendengaran.

Jebakan potensial yang seringkali mendera seorang pemateri antara lain:
1. Ingin didengar, tak mau mendengar
2. Ingin dimengerti, tak mau mengerti
3. Menjadi orang luar

Berikut metode-metode yang digunakan oleh para NDPer HMI Cabang Pamekasan ;

No
Metode
Manfaat
1.
DEKONSTRUKSI
-          Memberikan pengetahuan baru
-          Meningkatkan sikap kritis
-          Membangkitkan ide
2.
KONTRUKSI
-          Memehami pengetahuan baru
-          Meningkatkan sikap kritis
-          Berdialektika
3.
KONTEMPLASI
-          Memfokuskan diri
-          Membulaatkan fikiran

METODE (BARU)

1
INTERNALISASI (PENYADARAN)
-          Menyadarkan diri
-          Memberikan wawasan baru

Berikut pemateri NDP HMI Cabang Pamekasan ;

NO
NAMA
BIDANG

SAMHARI M.HI
SYARIAH

SYA’RONI SYAM M.PD
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SULAISI ABDUR ROZAQ M.IP
ILMU POLITIK

IBNU ALI M. FIL
FILSAFAT ISLAM

LASAN  MASDUKI M.ES
SYARIAH

II.         Efektifitas penyampain NDP

Beberapa pengalaman menunjukan bahwa rasa suka penerima materi terhadap pemberi materi seringkali mempengaruhi penerimaan materi. Jika penerima materi sudah terlanjur tidak suka terhadap pemberi materi, maka biasanya akan mengabaikan apa pun yang keluar dari si pemberi materi. (Ini salah satu resiko menggunakan metode brain washing, maka perlu diperhatikan time limit jika menggunakan metode ini).

Posisi sebagai orang luar seringkali membuat jarak/batas antara penerima materi dan pemberi materi, sehingga menghambat proses transfer ilmu pengetahuan. Salah satu turunan dari jebakan ini adalah lemahnya daya kenal terhadap kemanusiaan.

 Syahdan menurut sebuah kitab keagamaan, manusia tercipta dari tanah,hal ini juga dapat berarti bahwa manusia memiliki karakteristik tanah, dimana ia bisa dibentuk menjadi apa pun, dan hanya dapat diisi sesuai dengan bentuknya.

Secara sederhana dan tersimplifikasi, untuk menjadi seorang pemateri, sebaiknya:

1. Menjadi contoh
2. Mau memberi, mendengar, dan mengerti
3. Manjadi bagian
4. Menjadi pembelajar




Bab III Penutup
I.             Kesimpulan
Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan,biasanya manusia mendapatkannya melalui indera dan aqal. Pengetahuan yang didapat melalui sebagian saja di antaranya, biasanya memiliki daya keyakinan yang lemah, sebaliknya ketika memaksimalkan seluruh indera dan aqalnya, maka akan memiliki daya keyakinan yang sangat kuat (haqul yakin).

Keyakinan yang sangat kuat akan terderivasi dalam keseharian, baik disadari ataupun tidak. Oleh karena itu, untuk mengefektifkan pemberian materi, maka sebaiknya menggunakan metode yang mampu memaksimalkalkan seluruh indera dan aqal, atau minimal indera pendengaran dan penglihatan. Beberapa fakta menunjukan bahwa indera penglihatan akan memberikan dampak yang lebih kuat daripada indera pendengaran.

II.           Saran

Tidak ada satu pun metode yang buruk atau yang terbaik dalam pemberian suatu materi, yang ada hanyalah metode yang tepat atau tidak tepat. Pada dasarnya seorang pemateri adalah manusia biasa, bukan robot yang terprogram ataupun Kakek Segala Tahu dalam kisah Wiro Sableng, maka jadilah manusia. 

Disampaikan dalam acara Training For Trainer (TFT) yang digelar oleh  HMI Badan koordinasi (BADKO) Jatim.  Tempat di Badan Kepegawaian Daerah Kab. Probolinggo tanggal 10-12 Maret 2017.

[1] Metode penyampain NDP oleh Encep Hanif Ahmad sebagai Ketua Umum Bakornas LPL periode 2004-2006