![]() |
Moh. Khorofi, aktif sebagai ketua Bidang Kekaryaan, Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pamekasan |
Dalam
setiap gerakan tubuh manusia tidak akan terlepas dari yang namanya interaksi
dengan sesamanya. Interaksi manusia yang satu dengan yang lain akan
menghasilkan sebuah keputusan yang dapat diterima oleh manusia yang lain dan
dapat menghasilkan sebuah hubungan yang mengikat antar sesama manusia baik
ikatan secara struktural kemasyarakatan maupun ikatan emosional yang dibuktikan
dengan terciptanya kepedulian antara manusia yang satu dengan yang lain.
sebagai sebuah contoh ketika seorang pemuda bertemu dengan orang tua yang
sedang berusaha memindahkan barang yang berat ketempat lain dan orang tua
tersebut sudah tidak mampu mengangkatnya, tentunya pemuda tersebut akan
tergugah hatinya untuk membantu orang
tua tersebut dan bergegas untuk membantunya.
Hal itu telah menunjukkan dalam setiap manusia sejak awal kelahirannya
telah memiliki rasa kepedulian sosial yang tinggi, tentunya itu terlepas dari
adanya pengaruh dari luar dirinya (ekstern) yang mempengaruhi setiap manusia
dalam bertindak sehingga terkadang perbuatannya tidak sesuai dengan nilai-nilai
sosial yang telah tertanam dalam diri manusia sejak lahir.
Sifat
sosial manusia telah menjadi fitrah manusia yang tidak dapat dipungkiri oleh
siapapun, hal ini telah jelas dapat dibuktikan dengan awal perkembangan manusia
itu sendiri, yaitu ketika bayi manusia dilahirkan dimuka bumi, bayi tersebut
akan akan langsung diperkenalkan dengan ibunya, itu adalah sifat alamiah
manusia, dan interaksi anatara seorang bayi dengan orang tuanya merupakan
sebuah awal pembelajaran bagi bayi tersebut dalam menyesuaikan naluri sosialnya
dengan lingkungannya. Sehingga ketika bayi tersebut telah mencapai usia dewasa,
maka dengan sendirinya rasa sosial anak tersebut akan menyesuaikan dengan
kondisi dan situasi yang ada dalam lingkungan sosialnya.
Sifat
sosial tersebut dalam hal ini dapat diistilahkan dengan istilah sosialisme.
Sosialisme sendiri secara harfiah berasal dari bahasa latin yaitu “socius” yang
memiliki makna “sahabat, kita, dan teman”. Sedangkan secara istilah menurut
tjokroaminoto, sosialisme merupakan sebuah faham atau sikap yang berakar pada
angan-angan berteman, bersahabat, atau musyawarah kekancaan. Dan dari
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa sosialisme sendiri lebih mengutamakan
kepentingan dan kepedulian bersama, dan tidak mengutamakan kepentingan dan
kepedulian pribadi seseorang sebagaimana yang diajarkan oleh orang-orang yang
beraliran individualisme. Dan dapat ditegaskan bahwa sikap individualisme
sangat bertentangan dengan sikap sosialisme.
Dalam
sejarah peradaban dunia sendiri ada kesenjangan peradaban antara
kerajaan-kerajaan atau bangsa-bangsa yang menganut sikap individualis dengan
sikap sosialis, sebagai sebuah contoh ketika dalam tubuh islam dipimpin oleh
khalifah Uman bin Khattab nilai-nilai sosialis banyak menyebar dan membawa
perubahan peradaban yang paripurna, sehingga tidak jarang ketika tentara islam
telah menduduki sebuah wilayah baru, citra yang terbangun dalam masyarakat di
daerah tersebut bukanlah mereka sebagai penjajah tapi sebagai bagian dari masyarakat
daerah itu sendiri karena nilai-nilai yang munculkan oleh tentara islam adalah
nilai sosialisme yang tetap menjaga kesehateraan rakyat. Berbeda dengan
kerajaan romawi pada saat itu yang cenderung menganut sikap individualis dan
walaupun secara peradaban kenegaraan mereka telah dipandang maju, tapi secara
kemasyarakatan dan nilai-nilai yang terbangun masih kurang, dan akibat dari
sikap individualis tersebut melahirkan sebuah sikap baru yang tidak jauh
berbahaya dari sikap individualis yaitu sikap materialis. Sikap materialis sendiri
merupakan sikap mementingkan kebendaan baik benda itu berupa harta, tahta,
bahkan wanita.
Sosialisme
dalam ruang teoritis sebagaimana dijelaskan sebelumnya merupakan sebuah sikap
yang mementingkan kepentingan dan keperluan bersama. Terkadang nilai-nilai
sosialis sendiri tidak selaras dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam
interaksi sosial pada saat ini, berbagai kesenjangan sosial terjadi khususnya
di negeri tercinta ini indonesia. Berbagai kesenjangan sosial telah melahirkan
problem-problem yang bersifat individualistik dan materialistik, sehingga yang
terjadi pada saat ini bukanlah rasa persaudaraan tapi lebih pada persaingan
yang ujungnya saling menjatuhkan antar sesama manusia . dan kurang adanya rasa
kepedulian sosial yang melekat dalam masyarakat. kepedulian sosial yang ada
pada saat ini masih terbatas oleh orang-orang yang dikenal saja, artinya ketika
seseorang mendapati orang lain yang tidak mereka kenal dalam keadaan
membutuhkan bantuan, mereka acuh tak acuh untuk menolongnya, dan sebaliknya
ketika hal tersebut menimpa keluarga, sahabat, atau orang-orang yang mereka
kenal. Hal ini lah yang telah menjadikan bangsa ini kurang bersatu selayaknya
persatuan yang ada pada masa perjuangan kemerdekaan.
Kesenjangan-kesenjangan
sosial yang bersifat indivualis-materialis tersebut harus segera dihancurkan
dengan sikap sosialis. Karena ketika sikap individualis-materialis tersebut
tetap tumbuh dan berkembang dalam setiap insan yang ada di bumi pertiwi ini,
bukan tidak mungkin hal tersebut menjadi awal dari kelemahan dan kehancuran
indonesia dalam persaingan politik global yang semakin memanas. Dan tentunya
hal tersebut haruslah dimulai dari pribadi sendiri sebagai awal untuk
memberikan contoh atau tauladan kepada orang lain dan perlahan mewujudkan
indonesia yang adil makmur yang diridhai Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar