Senin, 13 Maret 2017

MENURUNYA SIKAP SOSIALIS UMAT DI INDONESIA


Moh. Khorofi, aktif sebagai ketua Bidang Kekaryaan, Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pamekasan

 
Dalam setiap gerakan tubuh manusia tidak akan terlepas dari yang namanya interaksi dengan sesamanya. Interaksi manusia yang satu dengan yang lain akan menghasilkan sebuah keputusan yang dapat diterima oleh manusia yang lain dan dapat menghasilkan sebuah hubungan yang mengikat antar sesama manusia baik ikatan secara struktural kemasyarakatan maupun ikatan emosional yang dibuktikan dengan terciptanya kepedulian antara manusia yang satu dengan yang lain. sebagai sebuah contoh ketika seorang pemuda bertemu dengan orang tua yang sedang berusaha memindahkan barang yang berat ketempat lain dan orang tua tersebut sudah tidak mampu mengangkatnya, tentunya pemuda tersebut akan tergugah hatinya  untuk membantu orang tua tersebut dan bergegas untuk membantunya.  Hal itu telah menunjukkan dalam setiap manusia sejak awal kelahirannya telah memiliki rasa kepedulian sosial yang tinggi, tentunya itu terlepas dari adanya pengaruh dari luar dirinya (ekstern) yang mempengaruhi setiap manusia dalam bertindak sehingga terkadang perbuatannya tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang telah tertanam dalam diri manusia sejak lahir.
Sifat sosial manusia telah menjadi fitrah manusia yang tidak dapat dipungkiri oleh siapapun, hal ini telah jelas dapat dibuktikan dengan awal perkembangan manusia itu sendiri, yaitu ketika bayi manusia dilahirkan dimuka bumi, bayi tersebut akan akan langsung diperkenalkan dengan ibunya, itu adalah sifat alamiah manusia, dan interaksi anatara seorang bayi dengan orang tuanya merupakan sebuah awal pembelajaran bagi bayi tersebut dalam menyesuaikan naluri sosialnya dengan lingkungannya. Sehingga ketika bayi tersebut telah mencapai usia dewasa, maka dengan sendirinya rasa sosial anak tersebut akan menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada dalam lingkungan sosialnya.
Sifat sosial tersebut dalam hal ini dapat diistilahkan dengan istilah sosialisme. Sosialisme sendiri secara harfiah berasal dari bahasa latin yaitu “socius” yang memiliki makna “sahabat, kita, dan teman”. Sedangkan secara istilah menurut tjokroaminoto, sosialisme merupakan sebuah faham atau sikap yang berakar pada angan-angan berteman, bersahabat, atau musyawarah kekancaan. Dan dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa sosialisme sendiri lebih mengutamakan kepentingan dan kepedulian bersama, dan tidak mengutamakan kepentingan dan kepedulian pribadi seseorang sebagaimana yang diajarkan oleh orang-orang yang beraliran individualisme. Dan dapat ditegaskan bahwa sikap individualisme sangat bertentangan dengan sikap sosialisme.
Dalam sejarah peradaban dunia sendiri ada kesenjangan peradaban antara kerajaan-kerajaan atau bangsa-bangsa yang menganut sikap individualis dengan sikap sosialis, sebagai sebuah contoh ketika dalam tubuh islam dipimpin oleh khalifah Uman bin Khattab nilai-nilai sosialis banyak menyebar dan membawa perubahan peradaban yang paripurna, sehingga tidak jarang ketika tentara islam telah menduduki sebuah wilayah baru, citra yang terbangun dalam masyarakat di daerah tersebut bukanlah mereka sebagai penjajah tapi sebagai bagian dari masyarakat daerah itu sendiri karena nilai-nilai yang munculkan oleh tentara islam adalah nilai sosialisme yang tetap menjaga kesehateraan rakyat. Berbeda dengan kerajaan romawi pada saat itu yang cenderung menganut sikap individualis dan walaupun secara peradaban kenegaraan mereka telah dipandang maju, tapi secara kemasyarakatan dan nilai-nilai yang terbangun masih kurang, dan akibat dari sikap individualis tersebut melahirkan sebuah sikap baru yang tidak jauh berbahaya dari sikap individualis yaitu sikap materialis. Sikap materialis sendiri merupakan sikap mementingkan kebendaan baik benda itu berupa harta, tahta, bahkan wanita.
Sosialisme dalam ruang teoritis sebagaimana dijelaskan sebelumnya merupakan sebuah sikap yang mementingkan kepentingan dan keperluan bersama. Terkadang nilai-nilai sosialis sendiri tidak selaras dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam interaksi sosial pada saat ini, berbagai kesenjangan sosial terjadi khususnya di negeri tercinta ini indonesia. Berbagai kesenjangan sosial telah melahirkan problem-problem yang bersifat individualistik dan materialistik, sehingga yang terjadi pada saat ini bukanlah rasa persaudaraan tapi lebih pada persaingan yang ujungnya saling menjatuhkan antar sesama manusia . dan kurang adanya rasa kepedulian sosial yang melekat dalam masyarakat. kepedulian sosial yang ada pada saat ini masih terbatas oleh orang-orang yang dikenal saja, artinya ketika seseorang mendapati orang lain yang tidak mereka kenal dalam keadaan membutuhkan bantuan, mereka acuh tak acuh untuk menolongnya, dan sebaliknya ketika hal tersebut menimpa keluarga, sahabat, atau orang-orang yang mereka kenal. Hal ini lah yang telah menjadikan bangsa ini kurang bersatu selayaknya persatuan yang ada pada masa perjuangan kemerdekaan.
Kesenjangan-kesenjangan sosial yang bersifat indivualis-materialis tersebut harus segera dihancurkan dengan sikap sosialis. Karena ketika sikap individualis-materialis tersebut tetap tumbuh dan berkembang dalam setiap insan yang ada di bumi pertiwi ini, bukan tidak mungkin hal tersebut menjadi awal dari kelemahan dan kehancuran indonesia dalam persaingan politik global yang semakin memanas. Dan tentunya hal tersebut haruslah dimulai dari pribadi sendiri sebagai awal untuk memberikan contoh atau tauladan kepada orang lain dan perlahan mewujudkan indonesia yang adil makmur yang diridhai Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar