Jumat, 17 Maret 2017

Menakar Kembali Tujuan Hmi Cabang Pamekasan

oleh Kabid KPP Komisariat STAIN Periode 2016-2017


Saya mengenal organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tidak secara langsung. Saya tidak pernah membaca sejarah, kiprah dan pola pergerakan organisasi ini secara pribadi. Yang saya lakukan adalah menyimak dari setiap percakapan teman-teman tentang organisasi ini sebelum saya memilihnya menjadi tempat berorganisasi saya yang pada akhirnya saya menaruh fokus pikiran, ucapan dan tindakan dengan membawanya dalam setiap capaian kebanggaan. Jauh sebelum saya sah menjadi bagian dari HMI, saya melihat organisasi ini sebagai sekumpulan mahasiswa yang tidak terlalu banyak ngomong, sekali ngomong biasanya membuat para pendengarnya berpikir panjang. Nitu yang saya tau sebelum saya menegenalnya sampai kedalam.

HMI menawarkan diri sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang mengedaepankan sisi akademisi. Hal ini sesuai dengan kalimat pertama tujuan organisasi ini: terbinanya insan akademis. Jadi bisa saja mahasiswa yang masuk dalam organisasi ini sudah memiliki nnilai-nilai akademis atau bisa juga masih nol dan bisa mengembangkan diri serta dibina –dengan baiik- di dalamnya. Kita semua sepakat tentang nilai-nilai akademis yang salah satu yang sering kita pahami adalah dasar yang jelas dan kuat dari setiap apa yang kita ucap, pikir serta lakukan. Tentunya nilai-nilai tersebut ilmiah.

HMI memperkenalkan dirinya, pertama kali dengan menawarkan kader-kader yang berkualitas baik lokal, nasional hingga internasional. Kader terbaiknya sudah masuk dalam segala jenis profesi mulai dari pengusaha, budayawan, praktisi pendidikan hingga pejabat pemerinntahan. Tanpa menawarkan diri secara lisan HMI sudah sangat dikenal melalui karya-karya kepenulisan. Itu perkenalan awal saya dengan HMI. Hal yang menunjukkan bahwa HMI tidak main-main dalam mencapai tujuan di kalimat pertama tersebut adalah sebelum kita menjadi anggota tetap HMI atau anggota biasa, lazimnya HMI mengadakan masa perkenalan calon anggota (MAPERCA) dengan kemasan kegiatan akademis baik berupa seminar atau yang lainnya. Setelah itu mereka yang sudah ikut MAPERCA berstatus menajdi anggoota muda yang berumur maksimal 6 bulan. Dilanjut dengan screening untuk memilih siapa saja yang pantas masuk menjadi anggota dengan titik poin penyaringan di wawasan keIslaman, kebangsaan dan keumatan. Sekali lagi saya tambah yakin bahwa organisasi ini tidak main-main dalam hal nilai-nilai akademis. Puncaknya dari proses untuk menjadi bagian dari organisasi ini adalah tempaan formal akhir yaitu LK I atau Basic Training, disana kita dipaksa untuk menggunakan tenaga, hati dan otak kita lebih dari biasanya sehingga orientasi praktis dari acara  formal ini adalah mencetak akder yang memiliki jiwa pemimpin dan ketajaman analisi yang kritis, seingga mereka akan menajadi harapan atas pertanyaan yang akan timbuk di lingkungan sosial. Hal ini selaras dengan AD HMI BAB IV tentang fungsi dan peran HMI yakni berfungsi sebagai organisasi kader yang harapan kadernya termaktub dalam lima kualitas Insan Cita dan berperan sebagai organisasi perjuangan yang manifesto perjuangannya tidak keluar titah Al-Quran yakni berjuang membela dan mengangkat martabat kalangan mustadafiin.

Setelah kita melewati perjalanan akademis yang sangat panjang tersebut barulah kita akan resmi menjadi aktivis HMI. Aktivis–yang diharap- memiliki kualitas Insan Cita yang mengabdi terhadap kepentingan mustadafiin.

Di HMI (dalam hal ini adalah HMI di kabupaten Pamekasan) saya mengenal dan menemukan beragam cara berpikir. Semacam saya memasauki sebuah hutan yang memiliki begitu banyak fariasi pepohonan yang itu menambah keindahan dari utan tersebut sehingga begitu banyak tawaran kenyamanan berteduh bagi siapa saja yang memilihnya. Di sini saya diajak meneylami setiap bab keilmuan dan keputusan tindakan. Mulai dari filsafat, sosial, agama, budaya, politik dan sebagainya. Namun yang paling saya kagumi dari HMI ini ialah independesi yang terus menerus diwariskan melalui lisan dan –mungkin- tindakan yang –seharusnya- tetap terjaga hingga sekarang (sekali lagi konteks statemen ini adalah kabupaten Pamekasan dimana penulis sendiri menjadi keluarga dari HMI). Didalam buku panduan perkaderan HMI-pun independensi menjadi materi yang sangat penting dan ditekankan untuk dipahami.  Bahwa sebagai manusia muda yang menjadi harapan masa depa kita diharuskan untuk tidak tunduk kepada apapun dan siapapun kecuali kepentingan kebenaran dan objektivitas demi kebagaiaan masyarakat hari ini danmasa depan. Terhadap siapapun tak terkecuali senior sendiri.  Namun saya sudah meragukan hal itu pada sekarang ini.

 Dari setipa tawaran spesialisasi yang ditawarkan di HMI tampaknya yang paling mendapat perhatian dari kawan-kawan seperjuangan ataupun senior bahkan anggota baru adalah spesialisasi dalam bidang politik. Saya rasa hal itu maklum kita alami, karena memang mayoritas tema kajian, seminar dan yang lainnya berorientasi kepada praktek dan nilai politis. Mayoritas kawan-kawan saya dalam berpikir, berucap dan bertindak memiliki nuansa politis. Orientasi tersebut tidaklah disengaja, namun kita sadari kenyataannya. Saya sependapat dengan Presidium KAHMI nasional, Prof. Mafud Md. Yang ketika menyampaikan orasi ilmiahnya di pendopo Pamkesan tempo lalu mengatakan bahwa berpolitik itu wajib dengan landasan kaidah ushul yang berbunyi “maalaa yutimmu al waajibu illa bihi fahuwa wajibun” namun harus kita pahami konteks dan kapasitas beliau sebagai negarawan yang memang harus berucap demikian. Masalahnya pembelajaran politik dilingkungan HMI sendiri sudah sangat terlalu masuk sehingga tanpa kita sadari kita sudah kebablasan berpolitik. Dampaknya adalah politisasi internal. Politisasi yang menghambat bahkan membunuh daya cipta kreatif yang kader harusnya dikembangkan secara maksimal. Pembelajaran berpolitik sudah tidak lagi dipahami sebagai upaya pendidikan berpolitik melainkan sudah bergeser pada keharus mempraktekkan politik meskipun lahan yang digunakan sama sekali tidak benar yakni kader dan proses perkaderan. Ketika poltik sudah sangat masuk dalam diri internal organisasi yang itu sudah pasti melibatkan pihak luar atau institusi lain, maka independensi yang kita yakini hanya sebuah ilusi. Kita paham betul HMI adalaha organnisasi mahasiswa yang besar. Pengarunya terhadap pemerintahan sudah tidak lagi dipertanyakan dan sudah pasti dalam lingkup Pamekasan. Pertanyaaan nakal saya dalam konteks ini adalah apakah pembelajaran dan tafsir independensi HMI masih layak kita puji?

Di HMI saya sudah 3 tahunan. Saya berada dibawah naungan komisariat STAIN Pamekasan. Setiap kali perekrutan anggota mulai dari angkatan saya tiha tahun lalu yang saya tahu peminat HMI tidak pernah kurang dari 80 anggota. Hal itu membuat pengurus kewalahan memfasilitasi anggota. Baik pelayanan dan pengayoman akademis, psikis (konsultasi permasalah personal kejuruan, problem solving minat dan dan bakat dsb.), administratif dan sebaginya. Di STAIN Pamekasan terdapat 3 fakultas yang tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah karena memang pimpinan kampus menarget peralihan status dari Sekolah Tinggi ke Institut. Dari 3 fakultas tersebut  memiliki 18 jurusan sehingga secara otomatis berdampak pada peningkatan kuantitas annggota HMI. LK I yang terakhir kami laksankan kemaren saja berhasi menjaring 100 orang anggota dan itupun kita harus menstop pendaftar di angka 100 karena pertimbangan efektifitas, efisensi penyammpaian matteri dan kualtas jebolannya. Kita harus menggugurkan kurang lebih 60-an calon anggota karena pertimbangan tersebut. Resikonya adalah kita memupuskan harapan 60 calon pemimpin bangsa dimasa depan yang tidak menutup kemungkinan didalamnya terdapat manusia yang memiliki kualitas melebihi kita semua.

Atas dasar  tersebut diatas HMI Komisariat STAIN Pamekasan mengajukan pemekaran komisariat yang telah dilakukan sejak 5 kepengurusan terdahulu atau bisa dikatakan usaha yang telah dilakukan 5 tahun silam. Namun pemekaran yang diharapkan harus terkubur dala-dalam. Hal ini terjadii karena pemahaman pembelajran politik telah menjadi pemahaman praktek politik. Dengan gambaran yang telah saya paparkan singkat diatas, bisa dibayangkan selama lima kepengurusan telah berapa potensi yang harus dikorbankan. Pertanyaan yang menarik adalah dengen potensi yang sangat besar tersebut kenapa pemekaran yang sifatnya menunjang dan membantu kemajuan organisasi atau bahakan negeri harus terkubur dalam-dalam sejak lima tahun silam? Jawabannya simpel. Pemeblejaran dan aktivitas politik yang terlalu masuk dalam internal organisasilah yang membunh semuanya, sehingga perkaderanpun harus dipolitisasi. Perubahan pemahaman tersebut mengharuskan penyediaan lapangan untuk mempraktekkan sehingga perkaderan yang harus dikorbankan sebagai target. Tentunya kita semua tahu bagaimana atmospher yang terjadi dalam praktek demookrasi keluarga himpunan dalam hal ini setingkat KONVERCAB. Itu menajdi kenyataan yang harus kita akui dengan hati besar sebagai satu-satunya alasan pemekaran yang menunjang kualitas kader dan organisasi harus dipolitisasi. Dan sayangnya politsasi ini –terindkasi- melibatkan pihak luar organisasi (dalam arti kepengurusan. Kita disini masih belum dewasa berpolitik sehingga harus mempertaruhkan kader dan perkaderan.

Dari lima tahun pengajuan pemekaran dengan kelayakan yang sudah tidak duragkan, pantia khusu atau Pansus baru saja sah terbentuk bulan Februari kemarin. Tentu itu menjadi semacam angn segar bagi harapan pemekaran yang kami ajukan. Namun surat hasil rapat pansus yang telah dikeluarkan laggi-lagi harus mengubur lebih dalam harapan lima tahun silam. Pasalnya surat tersebut berbunyi demikan:

1.       Surat pengajuan pemekaran komisariat kepada pengurus HMI Cabang Pamekasan.

2.       Menyetorkan Database anggota biasa komisariat STAIN Pamekasan yang dilkengkapi dengan FC sertifkan LK Idengan persentase 60% dari jumlah anggota biasa.

3.       Pernyataan sikap tertulis dari masing-masing anggota biasa bahwa sepakat untuk melakukan pemekaran.

4.       Dukungan tertulis dan bermatrai pemekaran komisariat STAIN Pamekasan dari KAHMI STAIN minimal 30 orang guna menunjang aktivitas komisariat hasil pemekaran.

5.       Keaktifan program kerja komisariat (kajan intensif) yang diihadiri oleh minila 60 anggota biasa (30 tarbuyah dan 30 syarah) dalam jangka waktu 3 bulan terhitung  dari keluarnya surat ini.

Dengan membandingkan dengan konstitusi yang ada di HMI siapa yang menolak bahwa surat hasil rapat pansus ini adalah bentuk politisasi yang hendak akan memperpanjang upaya pemekara yang telah diupayakan 5 tahun silam. Mulai dari point 3-5 menunjukkan kekonyolan penghadangan peningkatan kualitas melalui pemekaran kualitas.

Yang lebih disayangkan lag berkas yang diajukan berupa serifikan asli LK 1 yang disetorkan 2 tahun silam harus hlang tak tertemukan dan salah satu dari sertifikat tersebut adalah sertifikat penulisa sendiri. Pertanyaannya adalah organisasi sebesar HMI yang juga membanggakan tertib administrasi harus mengalami kecelakaan demikian, bagaimanakah bentuk konkrit dari inventaris yang ada di dalam HMI (cabang Pamekasan)? Pertanyaan selanjutnya bagaimanakah bentuk koordinasi antara pengurus demisioner dan defnitnya, apakah ini merupaka bentuk lain dari politisasi ini? Sungguh pembelajaran yang rumit dan harus dipahami dengan sangat rummit.

Yang sering saya dengar dari kejanggalan keputusan dan kebijakan yang serng diambil adalah dalih local wisdom, namun sejauh yang saya pahami local wisdom  adalah sebuah sarana yang mengakomodasi keadaan dan kejadian yang tidak terakomodir di konstitusi HMI, uniknya sering saya saksikan local wisdom yang ada membentur bahkan menafkan konstitusi yang ada. Lagi-lagi dengan berat hati itu kepentingan politisasi. Bisa direka sendiri bagaimana upaya “molorosasi” yang terselubung dari 5 point surat hasil pansus tersebut. Sebenarnya politisasi yang ada disini juga –sepertinya- dirasa oleh komisariat STAINATA yang ada di kabupaten Sampang yang berada dibawah naungan HMI cabang Pamekasan.

Kesemua ini merupakan akibat dari yang tersebut diatas bahwa pembelajaran politik –dan pengaruh yang bukan hanya internal- sudah tidak lagi dipahami sebagai sebuah pemebelajaran tetapi sebuah praktek yang tidak harus melihat tempat atau lahan atau mungkin memang sudah tidak punya lahan lain. Jika sudah demikian jangan lagi berharap, mengajarkan dan membanggakan independensi kalau kader saja harus dipolitisasi. Sehingga tujuan HMI pada kalimat pertama yang berbunyi terbinanya insan akademis secara praktek sudah sangat jauh terdegradasi menjadi terbinanya insan politis. Jika sudah organisasi sebesar dan seberpengaruh HMI sudah demikian di semua cabang, maka sudah seharusnya negeri ini berharap pemmpin yang berkualitas dimasa yang akan datang. SEKIAN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar