![]() |
oleh Kabid KPP Komisariat STAIN Periode 2016-2017 |
Saya mengenal organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tidak secara
langsung. Saya tidak pernah membaca sejarah, kiprah dan pola pergerakan
organisasi ini secara pribadi. Yang saya lakukan adalah menyimak dari setiap
percakapan teman-teman tentang organisasi ini sebelum saya memilihnya menjadi
tempat berorganisasi saya yang pada akhirnya saya menaruh fokus pikiran, ucapan
dan tindakan dengan membawanya dalam setiap capaian kebanggaan. Jauh sebelum
saya sah menjadi bagian dari HMI, saya melihat organisasi ini sebagai
sekumpulan mahasiswa yang tidak terlalu banyak ngomong, sekali ngomong biasanya
membuat para pendengarnya berpikir panjang. Nitu yang saya tau sebelum saya
menegenalnya sampai kedalam.
HMI menawarkan diri sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang mengedaepankan
sisi akademisi. Hal ini sesuai dengan kalimat pertama tujuan organisasi ini:
terbinanya insan akademis. Jadi bisa saja mahasiswa yang masuk dalam organisasi
ini sudah memiliki nnilai-nilai akademis atau bisa juga masih nol dan bisa
mengembangkan diri serta dibina –dengan baiik- di dalamnya. Kita semua sepakat
tentang nilai-nilai akademis yang salah satu yang sering kita pahami adalah
dasar yang jelas dan kuat dari setiap apa yang kita ucap, pikir serta lakukan.
Tentunya nilai-nilai tersebut ilmiah.
HMI memperkenalkan dirinya, pertama kali dengan menawarkan kader-kader yang
berkualitas baik lokal, nasional hingga internasional. Kader terbaiknya sudah
masuk dalam segala jenis profesi mulai dari pengusaha, budayawan, praktisi
pendidikan hingga pejabat pemerinntahan. Tanpa menawarkan diri secara lisan HMI
sudah sangat dikenal melalui karya-karya kepenulisan. Itu perkenalan awal saya
dengan HMI. Hal yang menunjukkan bahwa HMI tidak main-main dalam mencapai
tujuan di kalimat pertama tersebut adalah sebelum kita menjadi anggota tetap
HMI atau anggota biasa, lazimnya HMI mengadakan masa perkenalan calon anggota
(MAPERCA) dengan kemasan kegiatan akademis baik berupa seminar atau yang
lainnya. Setelah itu mereka yang sudah ikut MAPERCA berstatus menajdi anggoota
muda yang berumur maksimal 6 bulan. Dilanjut dengan screening untuk memilih siapa saja yang pantas masuk menjadi
anggota dengan titik poin penyaringan di wawasan keIslaman, kebangsaan dan
keumatan. Sekali lagi saya tambah yakin bahwa organisasi ini tidak main-main
dalam hal nilai-nilai akademis. Puncaknya dari proses untuk menjadi bagian dari
organisasi ini adalah tempaan formal akhir yaitu LK I atau Basic Training, disana kita dipaksa untuk menggunakan tenaga, hati
dan otak kita lebih dari biasanya sehingga orientasi praktis dari acara formal ini adalah mencetak akder yang
memiliki jiwa pemimpin dan ketajaman analisi yang kritis, seingga mereka akan
menajadi harapan atas pertanyaan yang akan timbuk di lingkungan sosial. Hal ini
selaras dengan AD HMI BAB IV tentang fungsi dan peran HMI yakni berfungsi
sebagai organisasi kader yang harapan kadernya termaktub dalam lima kualitas
Insan Cita dan berperan sebagai organisasi perjuangan yang manifesto perjuangannya
tidak keluar titah Al-Quran yakni berjuang membela dan mengangkat martabat
kalangan mustadafiin.
Setelah kita melewati perjalanan akademis yang sangat panjang tersebut
barulah kita akan resmi menjadi aktivis HMI. Aktivis–yang diharap- memiliki kualitas
Insan Cita yang mengabdi terhadap kepentingan mustadafiin.
Di HMI (dalam hal ini adalah HMI di kabupaten Pamekasan) saya mengenal dan
menemukan beragam cara berpikir. Semacam saya memasauki sebuah hutan yang
memiliki begitu banyak fariasi pepohonan yang itu menambah keindahan dari utan
tersebut sehingga begitu banyak tawaran kenyamanan berteduh bagi siapa saja
yang memilihnya. Di sini saya diajak meneylami setiap bab keilmuan dan
keputusan tindakan. Mulai dari filsafat, sosial, agama, budaya, politik dan
sebagainya. Namun yang paling saya kagumi dari HMI ini ialah independesi yang
terus menerus diwariskan melalui lisan dan –mungkin- tindakan yang –seharusnya-
tetap terjaga hingga sekarang (sekali lagi konteks statemen ini adalah
kabupaten Pamekasan dimana penulis sendiri menjadi keluarga dari HMI). Didalam
buku panduan perkaderan HMI-pun independensi menjadi materi yang sangat penting
dan ditekankan untuk dipahami. Bahwa
sebagai manusia muda yang menjadi harapan masa depa kita diharuskan untuk tidak
tunduk kepada apapun dan siapapun kecuali kepentingan kebenaran dan
objektivitas demi kebagaiaan masyarakat hari ini danmasa depan. Terhadap
siapapun tak terkecuali senior sendiri. Namun saya sudah meragukan hal itu pada
sekarang ini.
Dari setipa tawaran spesialisasi
yang ditawarkan di HMI tampaknya yang paling mendapat perhatian dari
kawan-kawan seperjuangan ataupun senior bahkan anggota baru adalah spesialisasi
dalam bidang politik. Saya rasa hal itu maklum kita alami, karena memang
mayoritas tema kajian, seminar dan yang lainnya berorientasi kepada praktek dan
nilai politis. Mayoritas kawan-kawan saya dalam berpikir, berucap dan bertindak
memiliki nuansa politis. Orientasi tersebut tidaklah disengaja, namun kita
sadari kenyataannya. Saya sependapat dengan Presidium KAHMI nasional, Prof.
Mafud Md. Yang ketika menyampaikan orasi ilmiahnya di pendopo Pamkesan tempo
lalu mengatakan bahwa berpolitik itu wajib dengan landasan kaidah ushul yang
berbunyi “maalaa yutimmu al waajibu illa
bihi fahuwa wajibun” namun harus kita pahami konteks dan kapasitas beliau
sebagai negarawan yang memang harus berucap demikian. Masalahnya pembelajaran
politik dilingkungan HMI sendiri sudah sangat terlalu masuk sehingga tanpa kita
sadari kita sudah kebablasan berpolitik. Dampaknya adalah politisasi internal.
Politisasi yang menghambat bahkan membunuh daya cipta kreatif yang kader harusnya
dikembangkan secara maksimal. Pembelajaran berpolitik sudah tidak lagi dipahami
sebagai upaya pendidikan berpolitik melainkan sudah bergeser pada keharus
mempraktekkan politik meskipun lahan yang digunakan sama sekali tidak benar
yakni kader dan proses perkaderan. Ketika poltik sudah sangat masuk dalam diri
internal organisasi yang itu sudah pasti melibatkan pihak luar atau institusi
lain, maka independensi yang kita yakini hanya sebuah ilusi. Kita paham betul
HMI adalaha organnisasi mahasiswa yang besar. Pengarunya terhadap pemerintahan
sudah tidak lagi dipertanyakan dan sudah pasti dalam lingkup Pamekasan.
Pertanyaaan nakal saya dalam konteks ini adalah apakah pembelajaran dan tafsir
independensi HMI masih layak kita puji?
Di HMI saya sudah 3 tahunan. Saya berada dibawah naungan komisariat STAIN
Pamekasan. Setiap kali perekrutan anggota mulai dari angkatan saya tiha tahun
lalu yang saya tahu peminat HMI tidak pernah kurang dari 80 anggota. Hal itu
membuat pengurus kewalahan memfasilitasi anggota. Baik pelayanan dan pengayoman
akademis, psikis (konsultasi permasalah personal kejuruan, problem solving
minat dan dan bakat dsb.), administratif dan sebaginya. Di STAIN Pamekasan
terdapat 3 fakultas yang tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah karena
memang pimpinan kampus menarget peralihan status dari Sekolah Tinggi ke
Institut. Dari 3 fakultas tersebut
memiliki 18 jurusan sehingga secara otomatis berdampak pada peningkatan
kuantitas annggota HMI. LK I yang terakhir kami laksankan kemaren saja berhasi
menjaring 100 orang anggota dan itupun kita harus menstop pendaftar di angka
100 karena pertimbangan efektifitas, efisensi penyammpaian matteri dan kualtas
jebolannya. Kita harus menggugurkan kurang lebih 60-an calon anggota karena
pertimbangan tersebut. Resikonya adalah kita memupuskan harapan 60 calon
pemimpin bangsa dimasa depan yang tidak menutup kemungkinan didalamnya terdapat
manusia yang memiliki kualitas melebihi kita semua.
Atas dasar tersebut diatas HMI
Komisariat STAIN Pamekasan mengajukan pemekaran komisariat yang telah dilakukan
sejak 5 kepengurusan terdahulu atau bisa dikatakan usaha yang telah dilakukan 5
tahun silam. Namun pemekaran yang diharapkan harus terkubur dala-dalam. Hal ini
terjadii karena pemahaman pembelajran politik telah menjadi pemahaman praktek
politik. Dengan gambaran yang telah saya paparkan singkat diatas, bisa
dibayangkan selama lima kepengurusan telah berapa potensi yang harus
dikorbankan. Pertanyaan yang menarik adalah dengen potensi yang sangat besar
tersebut kenapa pemekaran yang sifatnya menunjang dan membantu kemajuan
organisasi atau bahakan negeri harus terkubur dalam-dalam sejak lima tahun
silam? Jawabannya simpel. Pemeblejaran dan aktivitas politik yang terlalu masuk
dalam internal organisasilah yang membunh semuanya, sehingga perkaderanpun
harus dipolitisasi. Perubahan pemahaman tersebut mengharuskan penyediaan
lapangan untuk mempraktekkan sehingga perkaderan yang harus dikorbankan sebagai
target. Tentunya kita semua tahu bagaimana atmospher yang terjadi dalam praktek
demookrasi keluarga himpunan dalam hal ini setingkat KONVERCAB. Itu menajdi
kenyataan yang harus kita akui dengan hati besar sebagai satu-satunya alasan
pemekaran yang menunjang kualitas kader dan organisasi harus dipolitisasi. Dan
sayangnya politsasi ini –terindkasi- melibatkan pihak luar organisasi (dalam
arti kepengurusan. Kita disini masih belum dewasa berpolitik sehingga harus
mempertaruhkan kader dan perkaderan.
Dari lima tahun pengajuan pemekaran dengan kelayakan yang sudah tidak
duragkan, pantia khusu atau Pansus baru saja sah terbentuk bulan Februari
kemarin. Tentu itu menjadi semacam angn segar bagi harapan pemekaran yang kami
ajukan. Namun surat hasil rapat pansus yang telah dikeluarkan laggi-lagi harus
mengubur lebih dalam harapan lima tahun silam. Pasalnya surat tersebut berbunyi
demikan:
1.
Surat pengajuan pemekaran komisariat kepada pengurus HMI Cabang Pamekasan.
2.
Menyetorkan Database anggota biasa komisariat STAIN Pamekasan yang
dilkengkapi dengan FC sertifkan LK Idengan persentase 60% dari jumlah anggota
biasa.
3.
Pernyataan sikap tertulis dari masing-masing anggota biasa bahwa sepakat
untuk melakukan pemekaran.
4.
Dukungan tertulis dan bermatrai pemekaran komisariat STAIN Pamekasan dari
KAHMI STAIN minimal 30 orang guna menunjang aktivitas komisariat hasil
pemekaran.
5.
Keaktifan program kerja komisariat (kajan intensif) yang diihadiri oleh
minila 60 anggota biasa (30 tarbuyah dan 30 syarah) dalam jangka waktu 3 bulan
terhitung dari keluarnya surat ini.
Dengan membandingkan dengan konstitusi yang ada di HMI siapa yang menolak
bahwa surat hasil rapat pansus ini adalah bentuk politisasi yang hendak akan
memperpanjang upaya pemekara yang telah diupayakan 5 tahun silam. Mulai dari
point 3-5 menunjukkan kekonyolan penghadangan peningkatan kualitas melalui
pemekaran kualitas.
Yang lebih disayangkan lag berkas yang diajukan berupa serifikan asli LK 1
yang disetorkan 2 tahun silam harus hlang tak tertemukan dan salah satu dari
sertifikat tersebut adalah sertifikat penulisa sendiri. Pertanyaannya adalah
organisasi sebesar HMI yang juga membanggakan tertib administrasi harus
mengalami kecelakaan demikian, bagaimanakah bentuk konkrit dari inventaris yang
ada di dalam HMI (cabang Pamekasan)? Pertanyaan selanjutnya bagaimanakah bentuk
koordinasi antara pengurus demisioner dan defnitnya, apakah ini merupaka bentuk
lain dari politisasi ini? Sungguh pembelajaran yang rumit dan harus dipahami
dengan sangat rummit.
Yang sering saya dengar dari kejanggalan keputusan dan kebijakan yang serng
diambil adalah dalih local wisdom,
namun sejauh yang saya pahami local
wisdom adalah sebuah sarana yang
mengakomodasi keadaan dan kejadian yang tidak terakomodir di konstitusi HMI, uniknya
sering saya saksikan local wisdom
yang ada membentur bahkan menafkan konstitusi yang ada. Lagi-lagi dengan berat
hati itu kepentingan politisasi. Bisa direka sendiri bagaimana upaya
“molorosasi” yang terselubung dari 5 point surat hasil pansus tersebut.
Sebenarnya politisasi yang ada disini juga –sepertinya- dirasa oleh komisariat
STAINATA yang ada di kabupaten Sampang yang berada dibawah naungan HMI cabang
Pamekasan.
Kesemua ini merupakan akibat dari yang tersebut diatas bahwa pembelajaran
politik –dan pengaruh yang bukan hanya internal- sudah tidak lagi dipahami
sebagai sebuah pemebelajaran tetapi sebuah praktek yang tidak harus melihat
tempat atau lahan atau mungkin memang sudah tidak punya lahan lain. Jika sudah
demikian jangan lagi berharap, mengajarkan dan membanggakan independensi kalau
kader saja harus dipolitisasi. Sehingga tujuan HMI pada kalimat pertama yang
berbunyi terbinanya insan akademis secara praktek sudah sangat jauh
terdegradasi menjadi terbinanya insan politis. Jika sudah organisasi sebesar
dan seberpengaruh HMI sudah demikian di semua cabang, maka sudah seharusnya
negeri ini berharap pemmpin yang berkualitas dimasa yang akan datang. SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar